“Di Myanmar, wartawan ditahan, jadi saya memutuskan untuk angkat bicara,” katanya kepada BBC dalam wawancara telepon dari Bangkok.
Han Lay kini merasa khawatir karena pidatonya yang berlangsung selama dua menit bisa membuatnya terlihat di radar militer. Wanita 22 tahun itu bilang, dia telah memutuskan untuk tetap tinggal di Thailand, setidaknya selama tiga bulan ke depan.
Han Lay mengaku, dia belum dihubungi pihak militer atau pejabat lain setelah pidatonya. Namun, dia mengatakan telah mendapat ancaman di akun media sosialnya.
“Di media sosial mereka mengancam saya, mengatakan ketika saya kembali ke Myanmar … penjara menunggu saya,” katanya.
Han Lay mengenakan masker biru dan topi baseball saat turun ke jalan bersama teman-temannya (Foto: BBC/Han Lay)
Han Lay tak tahu siapa di balik pernyataan yang mengancam itu. Kendati demikian, sebagian besar komentar netizen di akun media sosialnya mendukung langkah tersebut.
Han Lay sebelumnya berencana mendaftar sebagai pramugari usai lulus kuliah. Namun dia bilang, kini dirinya tak yakin tentang jalan mana yang harus ditempuh. Beberapa orang telah mencoba membujuk Han Lay untuk terjung ke politik, namun dia mengaku tak terpikirkan untuk itu. Dirinya pun berencana untuk tetap menggunakan suaranya untuk berbicara tentang Myanmar.
“Ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan, itulah mengapa kami ingin PBB segera mengambil tindakan,” kata Han Lay.
“Kami ingin pemimpin kami kembali dan kami ingin demokrasi sejati kembali,” sambung dia.
Sementara itu, menurut kelompok aktivis Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP), sedikitnya 2500 orang telah ditangkap dalam penumpasan militer Myanmar. (and)