123berita.com – Keberadaan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) telah memicu polemik di kalangan masyarakat. Salah satunya terkait draf RUU yang memuat klausul Trisila dan Ekasila di dalam salah satu pasalnya.
Apa sebenarnya maksud dari kedua hal itu? Dilansir dari draf RUU, konsep Trisila dan Ekasila tertuang di dalam Pasal 7. Pasal tersebut memuat tiga ayat di mana isinya sebagai berikut:
- Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.
- Ciri pokok Pancasila berupa trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
- Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristailisasi dalam ekasila, yaitu gotong royong.
Melansir Kompas.com, Selasa (16/06/2020), Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas mengatakan, memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila merupakan sebuah bentuk pengkhianatan terhadap bangsa dan negara.
Sebagai sebuah norma fundamental, Pancasila harus dilihat di dalam satu kesatuan utuh dan tidak bisa dipisahkan. Bahkan, urutannya pun tidak boleh diubah.
“Mengubah-ubahnya dengan berbagai cara menjadi Trisila dan Ekasila jelas merupakan sebuah perbuatan yang tidak bertanggung jawab serta sangat-sangat berbahaya bagi eksistensi bangsa ini ke depannya karena yang namanya Trisila dan Ekasila itu adalah jelas-jelas bukan Pancasila,” kata Anwar dalam keterangan tertulis, Senin (15/06/2020).
Ia mengatakan, nilai utama di dalam Pancasila terdapat pada sila pertama, yakni ‘Ketuhanan Yang Maha Esa.’ Oleh karena itu, segala sesuatu menyangkut nilai-nilai kemanusiaan, persatuan dan kesatuan, serta demokrasi dan keadilan sosial harus dijiwai dan dimaknai dengan sila pertama.
Namun, menurut Anwar Abbas, nilai-nilai itu hendak didegradasi dengan keberadaan Trisila dan Ekasila di dalam RUU tersebut.
Ia mengatakan, konsep Trisila merupakan kemerosotan dari konsep ketuhanan yang harus tunduk kepada manusia. Sebab, konsep ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ yang dicantumkan dalam RUU HIP adalah konsep ‘Ketuhanan yang Berkebudayaan’ sebagaimana tertuang di dalam Pasal 7.
Padahal, makhluk yang berkebudayaan itu hanyalah manusia. Dengan Trisila, konsep ketuhanan menjadi harus tunduk dan patuh kepada manusia.
Sementara, konsep Ekasila menunjukkan gotong royong. Makhluk yang hidupnya bergotong royong, imbuh Anwar, adalah manusia.
“Jadi di dalam konsep ekasila ini yang menjadi penentu dan yang ingin mereka usahakan untuk benar-benar menjadi maha penentu di negeri ini adalah manusia, bukan lagi Tuhan,” kata dia.